Potret Multikultural Dalam Perspektif Negara Kesatuan

multikultural

Masyarakat Multikultural

Pengembangan kebudayaan yang sudah dilakukan, sampai saat ini belum sepenuhnya sesuai dengan harapan karena masih rentannya soliditas budaya dan pranata sosial yang ada di dalam masyarakat, sehingga potensi konflik belum sepenuhnya dapat diatasi. Hal itu diperberat dengan munculnya kecenderungan penguatan orientasi primordial, seperti kelompok, etnis, dan agama, yang berpotensi memperlemah keharmonisan bangsa. Permasalahan tersebut, antara lain, disebabkan oleh berbagai perubahan tatanan kehidupan, termasuk tatanan sosial budaya, yang berdampak pada terjadinya pergeseran nilai-nilai di dalam kehidupan masyarakat.

Isu dinamika sosial dalam kemajemukan budaya merupakan suatu hal yang perlu mendapat perhatian. Dalam konteks kemajemukan, setiap masyarakat perlu mengembangkan derajat kesetaraan antarkelompok etnis yang berbeda, sehingga pengembangan hubungan sosial yang dinamis merupakan strategi dasar bagi terciptanya representasi kolektif yang terdiri atas nilai-nilai lokal kelompok etnis.

Oleh karena itu, cita-cita reformasi untuk membangun Indonesia Baru harus dilakukan dengan cara membangun sebuah masyarakat sipil yang demokratis, dengan penegakkan hukum untuk supremasi keadilan, pemerintahan yang bersih, terwujudnya keteraturan sosial dan rasa aman dalam masyarakat, dan kehidupan ekonomi yang mensejahterakan rakyat Indonesia.

Bangunan Indonesia Baru itu menurut Prof. Parsudi Suparlan adalah sebuah “masyarakat multikultural Indonesia” yang dibagun dari puing-puing tatanan kehidupan Orde Baru yang bercorak “masyarakat majemuk” (plural society). Sehingga, corak masyarakat Indonesia yang bhinneka tunggal ika bukan lagi keanekaragaman sukubangsa dan kebudayaannya, tetapi keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat Indonesia.

Dalam model multikulturalisme ini, masyarakat Indonesia mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut, yang coraknya seperti sebuah mosaik, tidak ada yang disebut minoritas. Model multikulturalisme ini sebenarnya telah digunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi: “kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah”.

Multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan, sehingga mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi ini, seperti politik dan demokrasi, keadilan dan penegakkan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas.

Sebagai ideologi, multikulturalisme harus diperjuangkan, karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya demokrasi, HAM, dan kesejahteraan hidup masyarakatnya. Multikulturalisme terserap dalam berbagai interaksi yang ada dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan manusia yang tercakup dalam kehidupan sosial, kehidupan ekonomi dan bisnis, dan kehidupan politik, dan berbagai kegiatan lainnya di dalam masyarakat yang bersangkutan. Kajian-kajian mengenai corak kegiatan, yaitu hubungan antar-manusia dalam berbagai manajemen pengelolaan sumber-sumber daya, akan menjadi sumbangan penting dalam upaya memantapkan multikulturalisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi Indonesia.

Anda telah membaca artikel tentang "Potret Multikultural Dalam Perspektif Negara Kesatuan". Semoga bermanfaat serta menambah wawasan dan pengetahuan. Terima kasih.

Rekomendasi artikel lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *